By : Setyawati Fitri Anggraeni, Orima Melati Davey, Christou Imanuel, Alicia Daphne Anugerah
Ocean Maritime Climate Research Group – Anggraeni and Partners
Dalam rezim hukum laut, negara diberikan hak berdaulat dan kedaulatan atas wilayah lautnya. Indonesia sebagai salah satu negara maritim yang lautnya mencapai 2/3 dari keseluruhan wilayahnya sudah sepantasnya mengelola dan memanfaatkan laut untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya. Merujuk pada Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, air sebagai sumber daya alam harus dikelola sebagai sumber kesejahteraan rakyat.[1] Aksi pemasangan “pagar laut” di Pesisir Tangerang bukan hanya berkaitan dengan sektor sosial ekonomi masyarakat sekitar saja, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana kerangka hukum di Indonesia dapat melindungi sumber daya alam yang seharusnya bermanfaat bagi seluruh kesejahteraan rakyat. Merujuk dari beberapa artikel berita, pelaku pemasangan “pagar laut” belum diketahui.[2] Terlebih, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KKP) mengaku tidak menerima pengajuan izin dari pihak manapun untuk Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut di Pesisir Tangerang.
Skema Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 28 Tahun 2021 (Permen KKP 28/2021) dan didefinisikan sebagai “upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan polar uang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.”[3] Merujuk pada pengertian dalam Permen KKP 28/2021, tidak ada frasa ataupun kata yang mengarah bahwa laut dan isinya dapat dikuasai atau bahkan dimiliki oleh pihak tertentu. Pemasangan “pagar laut” di Pesisir Tangerang juga diketahui tidak dilengkapi dengan izin KKPRL. Merujuk pada artikel berita, dikabarkan bahwa eksistensi pagar laut yang sudah ada dari tahun 2024 ini menimbulkan dampak pada ekosistem pesisir dan aktivitas nelayan setempat. Pagar laut tidak berizin ini dikabarkan mengganggu aliran air yang digunakan untuk menjaga ekosistem tambak serta membuat nelayan setempat harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk menangkap ikan sebab perairan yang dijadikan tempat untuk menangkap ikan terhalang oleh pagar laut tersebut.[4] Maka, selain pemasangan pagar laut ini tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pagar laut ini juga mengganggu ekosistem pesisir dan aktivitas nelayan, yang berarti pemasangan pagar laut ini mengganggu kesejahteraan masyarakat.
Dalam pemanfaatan ruang laut, terdapat perizinan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Perizinan ini dikenal sebagai kesesuaian KKPRL. Perizinan ini didasarkan pada Pasal 113 Permen KKP 28/2021.[5] Perizinan ini ada untuk mengatur penggunaan ruang laut agar sesuai dengan peruntukannya dan tidak merusak lingkungan pada batas yang aman. Semua penggunaan ruang laut tentu harus dimintakan izin KKPRL terlebih dahulu. Tanpa perizinan tersebut, kegiatan dan penggunaan ruang laut menjadi ilegal.
Kegiatan pemasangan pagar laut di Tangerang merupakan kegiatan yang dilakukan di laut. Kegiatan tersebut tentu seyogyanya dilaporkan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendapatkan izin KKPRL. Meskipun demikian, pelaksanaan pemasangan pagar laut tersebut tidak dibarengi dengan perizinan KKPRL. Dengan demikian, pelaksanaan pemasangan pagar ini tentunya melanggar ketentuan Permen KKP 28/2021.
Pelanggaran pada sektor lingkungan laut bersinggungan dengan keberlanjutan keanekaragaman hayati laut yang sangat berkaitan dengan kualitas ekosistemnya. Salah satu akibat dari pemasangan pagar laut illegal tersebut adalah keseimbangan ekosistem laut yang terganggu. Maka pelanggaran dari aspek lingkungan sudah diatur dalam regulasi baik menurut UNCLOS 1982 ataupun peraturan di Indonesia. Sebagai salah negara anggota UNCLOS, Indonesia memiliki komitmen untuk menerapkan aturan UNCLOS. Pasal 192 UNCLOS mengatur mengenai kewajiban negara-negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Kemudian, Pasal 194 mengharuskan negara untuk mengendalikan pencemaran laut dari berbagai sumber termasuk aktivitas daratan sesuai dengan Pasal 207. Selain itu, Pasal 204-206 mengharuskan negara untuk memantau dampak aktivitas terhadap lingkungan laut dan melakukan penilaian dampak lingkungan. Selain itu, Pasal 213-222 mengatur kewajiban negara untuk menerapkan dan menegakkan hukum nasional dan internasional untuk memastikan perlindungan laut yang efektif. Berdasarkan ketentuan dari UNCLOS, maka sudah jelas Indonesia harus menegaskan pelanggaran lingkungan khususnya pencemaran akibat dari pagar laut di Tangerang tersebut. Hal ini selaras dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menyebutkan bahwa pemanfaatan wilayah perairan harus berdasarkan kepentingan nasional, termasuk kepentingan lingkungan dan ekonomi masyarakat sekitar.
Lebih rinci dari perspektif lingkungan yaitu pertama, alasan mengapa perbuatan melakukan pagar dikatakan pencemaran didasarkan oleh Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pasal tersebut mengatur bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan komponen laut ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Kemudian, pembuatan pagar laut tersebut juga melanggar ketentuan Pasal 69 Ayat (1) mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Terkait analisis dampaknya, Pasal 36 mengatur bahwa lingkungan hidup mensyaratkan bahwa setiap kegiatan yang berdampak penting pada lingkungan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Merujuk pada ketentuan Permen KKP 28/2021, pemberian izin KKPRL harus wajib memperhatikan kepentingan masyarakat dan nelayan tradisional, biota laut, dan ekosistem pesisir.[6] Ketentuan tersebut dibuat bukan tanpa alasan konkrit, ketentuan tersebut dibuat sedemikian rupa agar tercipta keadilan dan keseimbangan antara pemanfaatan ruang laut dan aktivitas nelayan serta keselamatan ekosistem pesisir. Pembuatan pagar laut yang tidak berizin ini seolah-olah merupakan aksi klaim dari pihak yang melanggar ketentuan perundang-undangan agar daerah pesisir yang dipagari tersebut dapat memberikan keuntungan pribadi. Keterbatasan akses perikanan bagi nelayan akibat pembangunan sumber daya air, yaitu memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), telah melakukan penyegelan terhadap pagar laut yang ditemukan. KKP menyatakan bahwa pihaknya membutuhkan waktu untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai pemilik pagar tersebut, mengingat belum adanya informasi yang jelas terkait identitas perusahaan atau pihak yang bertanggung jawab. Pascapenyegelan, KKP memberikan waktu 20 hari agar pemilik pagar tersebut datang menemui pihak KKP. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ada yang mengklaim kepemilikan pagar laut tersebut, pemerintah akan mengambil langkah terakhir, yaitu melakukan pembongkaran.
Dari diskusi di atas, kita dapat melihat bagaimana pagar laut mendisrupsi banyak aspek kehidupan. Mulai dari kegiatan perikanan hingga aspek lingkungan. Beberapa aturan pun dilanggar dengan adanya pembangunan pagar laut tersebut. Peraturan terkait perlindungan lingkungan, pemberian akses terhadap nelayan, dan peraturan mengenai izin pemanfaatan ruang laut telah dilanggar. Pelanggaran seperti ini tentu memicu reaksi dari pemerintah untuk bertindak menertibkan pembangunannya. Langkah-langkah seperti peringatan dan pemberian waktu 20 hari untuk mengakui kepemilikan pagar tersebut. Diharapkan pemilik pagar akan bertanggungjawab dan membongkar pagar yang melanggar tersebut. Kejadian ini menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap penggunaan wilayah laut Indonesia mengingat dampak pemanfaatan sembarangan pada banyak aspek kehidupan masyarakat.
[1] Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
[2] CNN Indonesia, Pembangunan Pagar Laut 30 Km Tangerang Ilegal, Ada Sejak Agusuts 2024, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250108175859-92-1185152/pembangunan-pagar-laut-30-km-tangerang-ilegal-ada-sejak-agustus-2024
[3] Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Pasal 1 ayat (7). (Permen KKP 28/2021)
[4] Merdeka.com, Pagar Laut Sepanjang 30 Km Disegel, Nelayan Setempat Tanggung Kerugian Besar, https://www.merdeka.com/peristiwa/pagar-laut-sepanjang-30-km-disegel-nelayan-setempat-tanggung-kerugian-besar-276133-mvk.html?page=9 .
[5] Pasal 113 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021.
[6] Pasal 125, Permen KKP 28/2021.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250108175859-92-1185152/pembangunan-pagar-laut-30-km-tangerang-ilegal-ada-sejak-agustus-2024
https://www.instagram.com/p/DEkThDITILN/?img_index=2&igsh=ZGRuejZjdjkwa3M2
https://www.instagram.com/staradiotangerang/p/DEjdRBhPT1N/
https://mediaindonesia.com/ekonomi/733757/sederet-aturan-yang-dilanggar-pagar-laut-di-tangerang
This disclaimer applies to the publication of articles by Anggraeni and Partners. By accessing or reading any articles published by Anggraeni and Partners, you acknowledge and agree to the terms of this disclaimer:
During the preparation of this work, the author(s) may use AI-assisted technologies for readability. After using this tool/service, the author(s) reviewed and edited the content as needed for the purposes of the publication.
No Legal Advice: The articles published by Anggraeni and Partners are for informational purposes only and do not constitute legal advice. The information provided in the articles is not intended to create an attorney-client relationship between Anggraeni and Partners and the reader. The articles should not be relied upon as a substitute for seeking professional legal advice. For specific legal advice tailored to your individual circumstances, please consult a qualified attorney.
Accuracy and Completeness: Anggraeni and Partners strive to ensure the accuracy and completeness of the information presented in the articles. However, we do not warrant or guarantee the accuracy, currency, or completeness of the information. Laws and legal interpretations may vary, and the information in the articles may not be applicable to your jurisdiction or specific situation. Therefore, Anggraeni and Partners disclaim any liability for any errors or omissions in the articles.
No Endorsement: Any references or mentions of third-party organizations, products, services, or websites in the articles are for informational purposes only and do not constitute an endorsement or recommendation by Anggraeni and Partners. We do not assume responsibility for the accuracy, quality, or reliability of any third-party information or services mentioned in the articles.
No Liability: Anggraeni and Partners, its partners, attorneys, employees, or affiliates shall not be liable for any direct, indirect, incidental, consequential, or special damages arising out of or in connection with the use of the articles or reliance on any information contained therein. This includes but is not limited to, loss of data, loss of profits, or damages resulting from the use or inability to use the articles.
No Attorney-Client Relationship: Reading or accessing the articles does not establish an attorney-client relationship between Anggraeni and Partners and the reader. The information provided in the articles is general in nature and may not be applicable to your specific legal situation. Any communication with Anggraeni and Partners through the articles or any contact form on the website does not create an attorney-client relationship or establish confidentiality.
By accessing or reading the articles, you acknowledge that you have read, understood, and agreed to this disclaimer. If you do not agree with any part of this disclaimer, please refrain from accessing or reading the articles published by Anggraeni and Partners.
P: 6221. 7278 7678, 72795001
H: +62 811 8800 427
Anggraeni and Partners, an Indonesian law practice with a worldwide vision, provides comprehensive legal solutions using forward-thinking strategies. We help clients manage legal risk and resolve disputes on admiralty and maritime law, complicated energy and commercial issues, arbitration and litigation, tortious claims handling, and cyber tech law.
S.F. Anggraeni
Managing Partner