Oleh Setyawati Fitrianggraeni, Agnes Wulandari, Marcel Raharja
Sebagai keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pelaksanaan perdagangan karbon di bidang kehutanan dan lahan gambut, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023 tentang Peta Jalan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan (SK 1027/2023). SK 1027/2023 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 (PMLHK 21/2022) dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 (PMLHK 7/2023) yang mensyaratkan bahwa pelaksanaan perdagangan karbon harus sesuai dengan peta jalan perdagangan karbon.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, PMLHK 21/2022 dan PMLHK 7/2023 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 yang mengatur tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon dalam rangka memenuhi komitmen Pemerintah dalam Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) terkait perubahan iklim global, sesuai dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement). Melalui penyusunan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan, pemerintah dapat mencapai tujuan, yaitu mengendalikan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan, meningkatkan kinerja penyerapan/penyimpanan karbon, dan mencapai target NDC sektor kehutanan.
Ruang lingkup peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan ini mencakup dua sub-sektor, yaitu sub-sektor kehutanan dan sub-sektor pengelolaan gambut dan mangrove. Pelaksanaan dari Peta Jalan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan yang diatur dalam SK 1027/2023 akan menjadi dasar penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) dan dapat terintegrasi dengan Peta Jalan NDC dan Forestry and Other Land Use
(FOLU) Net Sink 2030. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berusaha mencapai keberlanjutan lingkungan dan memainkan peran aktif dalam upaya global mengatasi perubahan iklim melalui sektor kehutanan, baik sub-sektor kehutanan maupun sub-sektor pengelolaan lahan gambut.
Mekanisme perdagangan karbon sektor kehutanan mencakup Perdagangan emisi dan Offset emisi GRK. Perdagangan emisi sektor kehutanan adalah mekanisme transaksi antara Pelaku Usaha yang memiliki emisi berada di atas atau di bawah Batas Atas Emisi GRK yang ditentukan. Offset Emisi GRK Sektor Kehutanan adalah pengurangan Emisi GRK yang dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan untuk mengkompensasi emisi yang dibuat di tempat lain melalui kinerja usaha penyerapan/penyimpanan karbon.
Peta Jalan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan digunakan sebagai acuan untuk menilai kepatutan atas Perdagangan Emisi dan kegiatan Offset Emisi GRK Sektor Kehutanan. Setiap lokasi perdagangan karbon sektor kehutanan memiliki mekanisme, pelaku usaha dan legalitas yang berbeda-beda.
Aksi mitigasi perubahan iklim untuk perdagangan karbon sektor kehutanan meliputi pengurangan emisi GRK dan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon hutan. Aksi mitigasi tersebut juga sejalan dengan kegiatan FOLU Net Sink 2030 melalui beberapa kegiatan, seperti pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove, pembangunan hutan tanaman, dan sebagainya.
Aktivitas aksi mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam) aktivitas utama, yaitu: Pengurangan deforestasi, Pengurangan degradasi hutan, Pembangunan hutan tanaman, Pengelolaan hutan lestari, Peningkatan cadangan karbon, dan Perbaikan tata air gambut.
Perdagangan karbon sektor kehutanan harus memenuhi prinsip-prinsip berikut:
Disagregasi baseline emisi GRK dan disagregasi target emisi GRK dijelaskan dalam Peta Jalan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan. Sebagaimana dipublikasikan dalam Laporan Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi 2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) (Maret 2022) rata-rata emisi GRK sektor kehutanan pada periode tahun 2000-2020 adalah sebesar 499,33 juta ton CO2e. Sementara, rata-rata emisi GRK sektor kehutanan pada periode 2010- 2020 adalah 620,26 juta ton CO2e. Meningkatnya nilai rata-rata emisi pada periode tersebut dipengaruhi oleh tingkat emisi GRK ekstrem yang terjadi pada tahun 2014, 2015 dan 2019 yang disebabkan oleh fenomena elnino, yang mengakibatkan tingginya luas areal kebakaran hutan dan lahan yang berkontribusi signifikan terhadap emisi GRK sektor kehutanan.
Dalam NDC Indonesia, emisi GRK Sektor Kehutanan dalam kondisi Business-as-Usual (BAU) diperkirakan akan meningkat dari 647 juta ton CO2e menjadi 714 juta ton CO2e atau meningkat sebesar 10% antara tahun 2021-2030. Baseline dan target pengurangan emisi GRK yang digunakan dalam perdagangan karbon Sektor Kehutanan tidak melebihi baseline dan target emisi GRK yang ditentukan dalam dokumen NDC Indonesia.
Dalam kaitannya dengan strategi perdagangan karbon luar negeri, kerja sama perdagangan karbon luar negeri dapat dilakukan antara lain dalam 5 (lima) bentuk yaitu:
Untuk mencapai target NDC Sektor Kehutanan, Pemerintah telah menyusun peta jalan implementasi NDC pada tahun 2019. Aksi mitigasi untuk mencapai target NDC meliputi penurunan deforestasi dan degradasi hutan alam yang terencana dan tidak terencana (un-planned), pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management), peningkatan cadangan karbon serta pengelolaan gambut yang meliputi pengelolaan tata air gambut dan pengelolaan lahan dan kebakaran.
Perdagangan emisi pada sektor kehutanan dapat dilakukan pada sub-sektor pengelolaan gambut dan mangrove yang berada di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Implementasi Perdagangan emisi pada sub sektor pengelolaan gambut dan mangrove hanya dilakukan pada lahan gambut yang mengalami kerusakan di dalam kawasan hutan maupun di luar Kawasan hutan.
Perdagangan emisi sektor Kehutanan dilakukan melalui tahapan:
Pelaksanaan perdagangan emisi sektor kehutanan dilakukan melalui Perdagangan Emisi dalam negeri dan/atau sesama pemilik PTBAE-PU atau penyimpanan, terhadap sisa Batas Atas Emisi GRK dan/atau kuota Emisi GRK yang tidak digunakan.
PTBAE bagi Pelaku Usaha yang selanjutnya disebut PTBAE-PU adalah penetapan Batas Atas Emisi GRK bagi Pelaku Usaha dan/atau penetapan kuota emisi dalam periode penaatan tertentu bagi setiap Pelaku Usaha. Penetapan PTBAE dilakukan dengan mempertimbangkan emisi historis dan sesuai regulasi yang berlaku. Penentuan PTBAE dan pengukuran emisi aktual dilakukan berdasarkan metodologi mengikuti standar internasional (yang disetujui oleh UNFCCC) dan /atau standar nasional Indonesia yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Badan Standardisasi Nasional dan/atau KLHK).
Periode Offset emisi GRK dan Periode Penataan pengukuran kinerja pengurangan Emisi Sektor Kehutanan sampai dengan tahun 2030 akan diselenggarakan dalam yang perlu disepakati, misalnya Periode-1: 2023-2026 dan Periode-2: 2027-2030.
Perdagangan karbon luar negeri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan. Dalam hal perdagangan karbon luar negeri dilakukan untuk keperluan pengimbangan atau pemenuhan kewajiban NDC negara mitra ataupun kepentingan internasional lainnya, KLHK dapat menetapkan strategi implementasi antara lain Pembatasan jumlah karbon yang dipindahkan ke luar negeri setiap tahun, Pemungutan tarif pemindahan karbon ke luar negeri, Pengaturan tata waktu perdagangan karbon luar negeri.
Offset Emisi GRK sektor Kehutanan dilakukan melalui tahapan:
Pemindahan PTBAE-PU dan SPE-GRK serta pencatatan dan pelaporan hasil perdagangan emisi dilakukan dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). Laporan emisi GRK sektor kehutanan yang mengikuti perdagangan emisi divalidasi dan diverifikasi oleh Validator dan Verifikator independen sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah (KLHK) akan mengembangkan berbagai program untuk meningkatkan jumlah lembaga maupun tenaga ahli Validasi dan Verifikasi laporan emisi sektor kehutanan.
Pencatatan dan pelaporan Offset emisi GRK serta validasi dan verifikasi pengurangan emisi Sektor Kehutanan dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Penghindaran penghitungan ganda antara offset dan perdagangan emisi di sektor kehutanan dilakukan dalam registri karbon SRN PPI dengan cara membatalkan SPE-GRK yang digunakan untuk Offset dalam perdagangan emisi dari registri SPE-GRK dan menerbitkannya kembali sebagai PTBAE-PU dalam registri PTBAE-PU.
Rencana kegiatan / aksi dalam pelaksanaan perdagangan karbon Sektor Kehutanan sesuai peta jalan in mencakup sosialisasi, peningkatan kapasitas, evaluasi, dan fasilitasi.
Sesuai dengan mandat Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 679 Tahun 2017, pemantauan mengacu pada mekanisme MRV yang telah dikembangkan, dengan menggunakan sistem informasi melalui SRN-PPI. Pelaksana atau penanggung jawab pelaksanaan perdagangan karbon menyampaikan informasi yang mencakup tipe kegiatan mitigasi serta status perkembangannya (dalam perencanaan/ sedang dilaksanakan/sudah berakhir) dan klaim capaian penurunan emisi GRK yang telah terjadi untuk dapat diverifikasi, melalui SRN-PPI.
This disclaimer applies to the publication of articles by Anggraeni and Partners. By accessing or reading any articles published by Anggraeni and Partners, you acknowledge and agree to the terms of this disclaimer:
During the preparation of this work, the author(s) may use AI-assisted technologies for readability. After using this tool/service, the author(s) reviewed and edited the content as needed for the purposes of the publication.
No Legal Advice: The articles published by Anggraeni and Partners are for informational purposes only and do not constitute legal advice. The information provided in the articles is not intended to create an attorney-client relationship between Anggraeni and Partners and the reader. The articles should not be relied upon as a substitute for seeking professional legal advice. For specific legal advice tailored to your individual circumstances, please consult a qualified attorney.
Accuracy and Completeness: Anggraeni and Partners strive to ensure the accuracy and completeness of the information presented in the articles. However, we do not warrant or guarantee the accuracy, currency, or completeness of the information. Laws and legal interpretations may vary, and the information in the articles may not be applicable to your jurisdiction or specific situation. Therefore, Anggraeni and Partners disclaim any liability for any errors or omissions in the articles.
No Endorsement: Any references or mentions of third-party organizations, products, services, or websites in the articles are for informational purposes only and do not constitute an endorsement or recommendation by Anggraeni and Partners. We do not assume responsibility for the accuracy, quality, or reliability of any third-party information or services mentioned in the articles.
No Liability: Anggraeni and Partners, its partners, attorneys, employees, or affiliates shall not be liable for any direct, indirect, incidental, consequential, or special damages arising out of or in connection with the use of the articles or reliance on any information contained therein. This includes but is not limited to, loss of data, loss of profits, or damages resulting from the use or inability to use the articles.
No Attorney-Client Relationship: Reading or accessing the articles does not establish an attorney-client relationship between Anggraeni and Partners and the reader. The information provided in the articles is general in nature and may not be applicable to your specific legal situation. Any communication with Anggraeni and Partners through the articles or any contact form on the website does not create an attorney-client relationship or establish confidentiality.
By accessing or reading the articles, you acknowledge that you have read, understood, and agreed to this disclaimer. If you do not agree with any part of this disclaimer, please refrain from accessing or reading the articles published by Anggraeni and Partners.
P: 6221. 7278 7678, 72795001
H: +62 811 8800 427
Anggraeni and Partners, an Indonesian law practice with a worldwide vision, provides comprehensive legal solutions using forward-thinking strategies. We help clients manage legal risk and resolve disputes on admiralty and maritime law, complicated energy and commercial issues, arbitration and litigation, tortious claims handling, and cyber tech law.
S.F. Anggraeni
Managing Partner
Agnes Wulandari
Middle Associate in Advisory and Commercial Transaction
Marcel Raharja
Junior Associate in Advisory and Commercial Transaction